Bulimia berasal dari bahasa
Yunani bous, yang artinya “sapi” dan limos , yang artinya “rasa lapar”.
Bulimia nervosa adalah gangguan makan yang memiliki
karakteristik episode yang berulang untuk menelan makanan dalam jumlah besar,
diikuti dengan penggunaan cara-cara yang tidak tepat untuk mencegah pertambahan
berat badan. Hal ini bisa melibatkan mengeluarkan makanan dengan memaksa
diri untuk memuntahkannya, menggunakan obat pencahar, berpuasa ataupu latihan
fisik yang berlebihan.
Bulimia
Nervosa dibagi menjadi 2 tipe yaitu:
a.
Purging : mencoba memuntahkan kembali apa yang telah dimakan atau menggunakan
obat pencahar, diuretik dan suntikan.
b.
Non-purging : melakukan kebiasaan menjaga barat badan dengan berpuasa atau
berolah raga terlalu berat, tetapi tidak selalu memuntahkan kembali apa yang
telah dimakan.
Individu penderita bulimia
biasanya mencolok tenggorokkan mereka untuk menimbulkan perasaan ingin muntah.
Kebanyakan berusaha untuk menutupi perilaku mereka. Ketakutan akan bertambahnya
berat badan merupakan faktor yang konstan. Individu yang menderita bulimia
tidak mengejar berat badan yang sangat kurus seperti penderita anoreksia.
Mereka makan berlebihan biasanya
muncul diam-diam, dan pada saat siang atau sore hari. Berlangsung selama 30-60
menit. Biasanya mereka mengkonsumsi makanan yang seharusnya dihindari seperti
makanan yang manis dan kaya akan lemak. Penderita biasanya merasa kurang
mengontrol kebiasaan makan berlebihan dan dapat mengkonsumsi 5000 – 10000
kalori sekaligus.
Usia rata – rata terjadinya
bulimia adalah remaja akhir atau dewasa awal. Sekitar 90% penderita bulimia
adalah wanita. Diperkirakan 1 hingga 2 persen perempuan AS terkena bulimia
nervosa.
Banyak perempuan yang mengidap
bulimia nervosa pernah mengalami kelebihan berat badan sebelum gangguan ini
timbul. Makan terus menerus sering kali terjadi di awal masa diet.
A.
Karakteristik
diagnostic Bulimia Nervosa ( adaptasi dari DSM IV , APA (2000) )
1.
Episode
berulang dari makan berlebihan seperti :
a.
Memakan
makanan dalam jumlah yang sangat luar biasa selama periode 2 jam
b.
Merasa
kehilangan kontrol terhadap pemasukan makanan pada saat episode tersebut.
2.
Perilaku
tidak sesuai yang sering terjadi untuk menjaga agar berat badan tidak bertambah
seperti membangkitkan rasa ingin muntah, penyalahgunaan obat pencahar, dll.
3.
Rata-rata
minimal dalam seminggu terjadi dua episode makan berlebihan dan perilaku
kompensasi yang tidak sesuai untuk menghindari bertambahnya berat badan, dan
hal ini terjadi minimal selama 3 bulan.
4.
Perhatian
berlebihan yang terus menerus pada bentuk dan berat badan.
1.
olahraga berlebihan
2.
takut gemuk
3.
perasaan jijik pada diri sendiri
4.
merangsang diri muntah
5.
kebiasaan makan yang abnormal
C.
Faktor risiko
Situasi dan kejadian tertentu dapat
meningkatkan risiko mengalami gangguan makan. Faktor risiko tersebut antara
lain:
1.
Wanita
2.
Faktor
keturunan
3.
Diet
yang berlebihan
4.
pengaruh
keluarga yang memberikan kritik pada bentuk dan berat badan
5.
Gangguan
emosional
6.
Olahraga,
pekerjaan dan aktifitas seni yang mengharuskan untuk bertubuh kurus dan ideal
Bulimia juga berhubungan dengan
banyak komplikasi medis. Kebanyak disebabkan karena muntah yang terus menerus.
Dampak yang mungkin terjadi adalah iritasi pada kulit sekitar mulut disebabkan karena
seringnya kontak dengan asam lambung, terhambatnya air liur, peluruhan enamel
gigi, dan karang gigi. Asam yang timbul dari muntah dapat merusak reseptor rasa
dari lidah, membuat orang menjadi kurang sensitive terhadap rasa dari makanan
yang dimuntahkan. Gangguan fungsi menstruasi juga ditemukan 50% wanita
penederita bulimia yang memliki berat badan normal. Penggunaan obat pencahar
yang berlebihan dapat menyebabkan diare berdarah dan ketergantungan pada obat
pencahar, dll.
E.
Penyebab
Bulimia Nervosa
1.
Faktor
sosiokultural
Tekanan
untuk mencapai standar kurus yang tidak realistis, dikombinasikan dengan
pentingnya faktor penampilan sehubungan dengan peran wanita dalam masyarakat
tersebut. Ketidakpuasan tubuh pada wanita dapat menyebabkan diet yang berlebihan
dan perkembangan perilaku makan yang terganggu.
Tekanan
ini dialami oleh hampir wanita muda di Amerika. Empat dari lima wanita di
Amerika melakukan diet pada umur 18 tahun. Gangguan ini jarang terjadi di
Negara nonBarat.
2.
Faktor
psikososial
Sejumlah
peneliti mengaitkan bulimia dengan masalah dalam hubungan interpersonal. Wanita
yang mengidap bulimia cenderung pemalu dan memiliki sedikit teman dekat.
Penderita bulimia yakin bahwa mereka memiliki lebih sedikit dukungan sosial dan
mereka melaporkan lebih banyak konflik sosial, terutama dengan anggota
keluarga.
Penderita
bulimia sering kali muncul bersamaan dengan berbagai macam gangguan psikologis,
termasuk ketergantungan alcohol, depresi mayor, dan gangguan kecemasan seperti
gangguan panic, fobia, dan gangguan kecemasan menyeluruh.
3.
Faktor
kognitif
Wanita
penderita bulimia cenderung perfeksionis dan dikotomis dalam pola piker mereka.
Karena itu, mereka mengharapakan diri mereka untuk tetap pada aturan diet.
Penderita bulimia cenderung memiliki tipe kognitif disfungsional yang dapat
menghasilkan keyakinan berlebihan mengenai konsekuensi negative dari
pertambahan berat badan.
4.
Faktor
keluarga
Gangguan
makan sering kali berkembang dari adanya konflik dalam keluarga. Beberapa
teoritikus berfokus pada efek brutal dari self-starvation
terhadap orang tua. Mereka mengatakan bahwa beberapa remaja menggunakan
penolakan makan sebagai cara menghukum orang tua mereka.
Ibu
dari remaja yang memiliki gangguan makan, biasanya memliki masalah makan dan
diet, dan percaya putrinya harus menurunkan berat badan, serta memandang
putrinya sebagai orang yang tidak menarik.
5.
Faktor
biologis
Para
ilmuwan menduga bahwa terdapat ketidaknormalan dalam mekanisme otak yang
mengatur rasa lapar dan kenyang pada penderita bulimia, kemungkinan terbesar
berkaitan dengan serotonin kimiawi
otak. Serotonin memainkan peran
penting dalam pengaturan mood dan nafsu makan terutama selera terhadap
karbohidrat.
F.
Penanganan
Bulimia Nervosa
1.
Terapi
Psikodinamika
Terapi
ini terkadang dikombinasikan dengan terapi perilaku untuk menggali lebih dalam
konflik psikologis yang ada.
2.
Terapi
Kognitif – Behavioural
Berguna
dalam membantu penderita bulimia untuk mengatasi pikiran dan keyakinan self-defeating , seperti pemikiran yang
tidak realistis dan perfeksionis mengenai diet dan berat badan. Untuk
menghilangkan kebiasaan memaksa diri memuntahkan makanan, terapis dapat
menggunakan teknih behavioural yaitu exposure
with response prevention.
3.
Terapi
Interpersonal
Terapi
ini menekankan pada penyelesaian masalah interpersonal dengan keyakinan bahwa
fungsi interpersonal yang semakin efektif akan menghasilkan kebiasaan dan sikap
makan yang lebih sehat.
G.
Pencegahan
Bulimia Nervosa
1.
Program
pencegahan primer
Penceghan ini langsung ditujukan
pada populasi berisiko tinggi seperti murid wanita SMP untuk mencegah timbulnya
gangguan makan pada mereka yang asimtomatik. Pencegahan
yang dilakukan dapat berupaprogram
pendidikan mengenai sikap dan prilaku terhadap remaja.
2.
Program
pencegahan sekunder
Pencegahan ini bertujuan untuk deteksi dan intervensi
dini, denganmemberikan pendidikan pada petugas kesehatan di pusat pelayanan
kesehatan primer.
Selain diatas
untuk mencegah terjadinya gangguan makan berupa Bulimia Nervosa dapat juga
dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya:
1. Rajin berkonsultasi
dengan dokter
2. Tingkatkan
rasa percaya diri
3. Tingkatkan
dinamika lingkungan. Usahakan agar tercipta suasana yang nyaman dan kondusif di
lingkungan keluarga atau pekerjaan.
4. Bersikap
realistis. Jangan mudah percaya pada apa yang digambarkan oleh media tentang
berat dan bentuk badan ideal.
H.
Pengobatan
Bulimia Nervosa
1.
Terapi psikis
Terapi bulimia
biasanya meliputi konseling dan terapi tingkah laku. Sebagian besar gangguan
makan permasalahannya bukanlah pada makanan itu sendiri, tetapi pada kepercayaan
diri dan persepsi diri. Terapi akan efektif jika ditujukan pada penyebabnya,
bukan pada gangguan makannya. Terapi individu, dikombinasikan dengan terapi
kelompok dan terapi keluarga seringkali sangat membantu. Terapi kelompok adalah
terapi dimana penderita penyakit yang sama saling membagi pengalaman
mereka. Terapi konseling seringkali harus dikombinasikan dengan obat
antidepresan.
2.
Obat-obatan.
Untuk penderita
bulimia umumnya diberikan obat-obatan jenis antidepresan bersama dengan
pengobatan psikoterapi. Obat yang diberikan umumnya dari jenis trisiklik
seperti imipramine (dengan merek dagang Tofranil) dan desipramine
hydrochloride (Norpramin); atau jenisselective serotonin reuptake
inhibitors (SSRIs) seperti fluoxetine(Antiprestin, Courage, Kalxetin,
Nopres, dan Prozac), sertraline (Zoloft), danparoxetine (Seroxat).
REFERENSI
Papalia, D.E., dkk.
(2008). Human Development. Edisi 9.
Jakarta: Kencana.
Papalia,
D.E., dkk. (2009). Human Development.
Edisi 10. Jakarta: Salemba Humanika.
Santrock, J.W. (2007). Remaja. Edisi 11. Jakarta: Erlangga.
Rathus,
S.A., dkk. (2003). Psikologi Abnormal.
Jakarta : Erlangga.
http://www.brainfacts.org/Diseases-Disorders/Psychiatric-Disorders/Articles/2012/Burst-from-the-Blue
Tidak ada komentar:
Posting Komentar