Minggu, 04 November 2012

Design Sistem Informasi Psikologi ( tugas minggu kelima )




    Bulimia berasal dari bahasa Yunani bous, yang artinya “sapi” dan limos , yang artinya “rasa lapar”. Bulimia nervosa adalah gangguan makan yang memiliki karakteristik episode yang berulang untuk menelan makanan dalam jumlah besar, diikuti dengan penggunaan cara-cara yang tidak tepat untuk mencegah pertambahan berat badan. Hal ini bisa melibatkan mengeluarkan makanan dengan memaksa diri untuk memuntahkannya, menggunakan obat pencahar, berpuasa ataupu latihan fisik yang berlebihan.
Bulimia Nervosa dibagi menjadi 2 tipe yaitu:
a. Purging : mencoba memuntahkan kembali apa yang telah dimakan atau menggunakan obat pencahar, diuretik dan suntikan.
b. Non-purging : melakukan kebiasaan menjaga barat badan dengan berpuasa atau berolah raga terlalu berat, tetapi tidak selalu memuntahkan kembali apa yang telah dimakan.
Individu penderita bulimia biasanya mencolok tenggorokkan mereka untuk menimbulkan perasaan ingin muntah. Kebanyakan berusaha untuk menutupi perilaku mereka. Ketakutan akan bertambahnya berat badan merupakan faktor yang konstan. Individu yang menderita bulimia tidak mengejar berat badan yang sangat kurus seperti penderita anoreksia.
Mereka makan berlebihan biasanya muncul diam-diam, dan pada saat siang atau sore hari. Berlangsung selama 30-60 menit. Biasanya mereka mengkonsumsi makanan yang seharusnya dihindari seperti makanan yang manis dan kaya akan lemak. Penderita biasanya merasa kurang mengontrol kebiasaan makan berlebihan dan dapat mengkonsumsi 5000 – 10000 kalori sekaligus.
Usia rata – rata terjadinya bulimia adalah remaja akhir atau dewasa awal. Sekitar 90% penderita bulimia adalah wanita. Diperkirakan 1 hingga 2 persen perempuan AS terkena bulimia nervosa.
Banyak perempuan yang mengidap bulimia nervosa pernah mengalami kelebihan berat badan sebelum gangguan ini timbul. Makan terus menerus sering kali terjadi di awal masa diet.
     A.    Karakteristik diagnostic Bulimia Nervosa ( adaptasi dari DSM IV , APA (2000) )
1.      Episode berulang dari makan berlebihan seperti :
a.       Memakan makanan dalam jumlah yang sangat luar biasa selama periode 2 jam
b.      Merasa kehilangan kontrol terhadap pemasukan makanan pada saat episode tersebut.
2.      Perilaku tidak sesuai yang sering terjadi untuk menjaga agar berat badan tidak bertambah seperti membangkitkan rasa ingin muntah, penyalahgunaan obat pencahar, dll.
3.      Rata-rata minimal dalam seminggu terjadi dua episode makan berlebihan dan perilaku kompensasi yang tidak sesuai untuk menghindari bertambahnya berat badan, dan hal ini terjadi minimal selama 3 bulan.
4.      Perhatian berlebihan yang terus menerus pada bentuk dan berat badan.

1.      olahraga berlebihan
2.      takut gemuk
3.      perasaan jijik pada diri sendiri
4.      merangsang diri muntah
5.      kebiasaan makan yang abnormal
C.    Faktor risiko
Situasi dan kejadian tertentu dapat meningkatkan risiko mengalami gangguan makan. Faktor risiko tersebut antara lain:
1.      Wanita
2.      Faktor keturunan
3.      Diet yang berlebihan
4.      pengaruh keluarga yang memberikan kritik pada bentuk dan berat badan
5.      Gangguan emosional
6.      Olahraga, pekerjaan dan aktifitas seni yang mengharuskan untuk bertubuh kurus dan ideal

Bulimia juga berhubungan dengan banyak komplikasi medis. Kebanyak disebabkan karena muntah yang terus menerus. Dampak yang mungkin terjadi adalah iritasi pada kulit sekitar mulut disebabkan karena seringnya kontak dengan asam lambung, terhambatnya air liur, peluruhan enamel gigi, dan karang gigi. Asam yang timbul dari muntah dapat merusak reseptor rasa dari lidah, membuat orang menjadi kurang sensitive terhadap rasa dari makanan yang dimuntahkan. Gangguan fungsi menstruasi juga ditemukan 50% wanita penederita bulimia yang memliki berat badan normal. Penggunaan obat pencahar yang berlebihan dapat menyebabkan diare berdarah dan ketergantungan pada obat pencahar, dll.

     E.     Penyebab Bulimia Nervosa
1.      Faktor sosiokultural
Tekanan untuk mencapai standar kurus yang tidak realistis, dikombinasikan dengan pentingnya faktor penampilan sehubungan dengan peran wanita dalam masyarakat tersebut. Ketidakpuasan tubuh pada wanita dapat menyebabkan diet yang berlebihan dan perkembangan perilaku makan yang terganggu.
Tekanan ini dialami oleh hampir wanita muda di Amerika. Empat dari lima wanita di Amerika melakukan diet pada umur 18 tahun. Gangguan ini jarang terjadi di Negara nonBarat.
2.      Faktor psikososial
Sejumlah peneliti mengaitkan bulimia dengan masalah dalam hubungan interpersonal. Wanita yang mengidap bulimia cenderung pemalu dan memiliki sedikit teman dekat. Penderita bulimia yakin bahwa mereka memiliki lebih sedikit dukungan sosial dan mereka melaporkan lebih banyak konflik sosial, terutama dengan anggota keluarga.
Penderita bulimia sering kali muncul bersamaan dengan berbagai macam gangguan psikologis, termasuk ketergantungan alcohol, depresi mayor, dan gangguan kecemasan seperti gangguan panic, fobia, dan gangguan kecemasan menyeluruh.
3.      Faktor kognitif
Wanita penderita bulimia cenderung perfeksionis dan dikotomis dalam pola piker mereka. Karena itu, mereka mengharapakan diri mereka untuk tetap pada aturan diet. Penderita bulimia cenderung memiliki tipe kognitif disfungsional yang dapat menghasilkan keyakinan berlebihan mengenai konsekuensi negative dari pertambahan berat badan.
4.      Faktor keluarga
Gangguan makan sering kali berkembang dari adanya konflik dalam keluarga. Beberapa teoritikus berfokus pada efek brutal dari self-starvation terhadap orang tua. Mereka mengatakan bahwa beberapa remaja menggunakan penolakan makan sebagai cara menghukum orang tua mereka.
Ibu dari remaja yang memiliki gangguan makan, biasanya memliki masalah makan dan diet, dan percaya putrinya harus menurunkan berat badan, serta memandang putrinya sebagai orang yang tidak menarik.
5.      Faktor biologis
Para ilmuwan menduga bahwa terdapat ketidaknormalan dalam mekanisme otak yang mengatur rasa lapar dan kenyang pada penderita bulimia, kemungkinan terbesar berkaitan dengan serotonin kimiawi otak. Serotonin memainkan peran penting dalam pengaturan mood dan nafsu makan terutama selera terhadap karbohidrat.

     F.     Penanganan Bulimia Nervosa
1.      Terapi Psikodinamika
Terapi ini terkadang dikombinasikan dengan terapi perilaku untuk menggali lebih dalam konflik psikologis yang ada.
2.      Terapi Kognitif – Behavioural
Berguna dalam membantu penderita bulimia untuk mengatasi pikiran dan keyakinan self-defeating , seperti pemikiran yang tidak realistis dan perfeksionis mengenai diet dan berat badan. Untuk menghilangkan kebiasaan memaksa diri memuntahkan makanan, terapis dapat menggunakan teknih behavioural yaitu exposure with response prevention.
3.      Terapi Interpersonal
Terapi ini menekankan pada penyelesaian masalah interpersonal dengan keyakinan bahwa fungsi interpersonal yang semakin efektif akan menghasilkan kebiasaan dan sikap makan yang lebih sehat.

     G.    Pencegahan Bulimia Nervosa
1.      Program pencegahan primer
Penceghan ini langsung ditujukan pada populasi berisiko tinggi seperti murid wanita SMP untuk mencegah timbulnya gangguan makan pada mereka yang asimtomatik. Pencegahan yang dilakukan dapat berupaprogram pendidikan mengenai sikap dan prilaku terhadap remaja.
2.      Program pencegahan sekunder
Pencegahan ini bertujuan untuk deteksi dan intervensi dini, denganmemberikan pendidikan pada petugas kesehatan di pusat pelayanan kesehatan primer.
Selain diatas untuk mencegah terjadinya gangguan makan berupa Bulimia Nervosa dapat juga dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya:
1. Rajin berkonsultasi dengan dokter
2. Tingkatkan rasa percaya diri
3. Tingkatkan dinamika lingkungan. Usahakan agar tercipta suasana yang nyaman dan kondusif di lingkungan keluarga atau pekerjaan.
4. Bersikap realistis. Jangan mudah percaya pada apa yang digambarkan oleh media tentang berat dan bentuk badan ideal.

     H.    Pengobatan Bulimia Nervosa
1.      Terapi psikis
Terapi bulimia biasanya meliputi konseling dan terapi tingkah laku. Sebagian besar gangguan makan permasalahannya bukanlah pada makanan itu sendiri, tetapi pada kepercayaan diri dan persepsi diri. Terapi akan efektif jika ditujukan pada penyebabnya, bukan pada gangguan makannya. Terapi individu, dikombinasikan dengan terapi kelompok dan terapi keluarga seringkali sangat membantu. Terapi kelompok adalah terapi dimana penderita penyakit yang sama saling membagi pengalaman mereka. Terapi konseling seringkali harus dikombinasikan dengan obat antidepresan.
2.      Obat-obatan.
Untuk penderita bulimia umumnya diberikan obat-obatan jenis antidepresan bersama dengan pengobatan psikoterapi. Obat yang diberikan umumnya dari jenis trisiklik seperti imipramine (dengan merek dagang Tofranil) dan desipramine hydrochloride (Norpramin); atau jenisselective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs) seperti fluoxetine(Antiprestin, CourageKalxetin, Nopres, dan Prozac), sertraline (Zoloft), danparoxetine (Seroxat).


REFERENSI

Papalia, D.E., dkk. (2008). Human Development. Edisi 9. Jakarta: Kencana.
Papalia, D.E., dkk. (2009). Human Development. Edisi 10. Jakarta: Salemba Humanika.
Santrock, J.W. (2007). Remaja. Edisi 11. Jakarta: Erlangga.
Rathus, S.A., dkk. (2003). Psikologi Abnormal. Jakarta : Erlangga.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar